menu
Menyalurkan kasih sayang untuk masyarakat Jawa Barat melalui berbagai program dan kegiatan yang mendukung kesejahteraan, kebersamaan, dan pembangunan sosial secara hangat dan tulus.

Menyalurkan Kasih Sayang untuk Masyarakat Jawa Barat dengan Hangat

Drama Gubernur Jawa Barat dengan Pendukung Persikas: Pelajaran Komunikasi di Era Digital

Insiden saat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegur sekelompok pemuda yang membentangkan spanduk “Selamatkan Persikas” sempat menggemparkan publik. Peristiwa yang viral ini berakhir manis dengan permintaan maaf saat supporter Persikas berkunjung ke kediamannya, menunjukkan bagaimana komunikasi publik dapat membangun jembatan meski momen awalnya memanas.

Ketika Gubernur Dedi Mulyadi sedang berbincang dengan seorang ibu warga, kemarahannya tiba-tiba muncul setelah melihat spanduk penolakan penjualan Persikas Subang, klub sepak bola lokal. Video kemarahan ini menyebar cepat di media sosial, memancing beragam reaksi netizen dan mengundang diskusi tentang gaya komunikasi pejabat publik yang temperamental.

Gaya Komunikasi dan Dampaknya

Gaya komunikasi yang emosional memang kerap memicu kontroversi dan mengalihkan fokus dari pesan utama. George Herbert Mead dalam teori interaksionisme simboliknya menegaskan, emosi yang tidak terkelola bisa mengganggu proses pembentukan makna bersama dalam interaksi sosial—penting untuk diingat dalam komunikasi publik.

Studi Haresti Asysy Amrihani mengungkap bagaimana pejabat di Indonesia kadang menggunakan retorika marah untuk menekan urgensi perubahan. Namun, teori Social Judgement mengingatkan bahwa gaya ini bisa memperdalam polarisasi dan memperkeruh diskusi, seperti yang kita lihat pada beberapa tokoh nasional.

Niat Baik Harus Sejalan Dengan Strategi

Meskipun Dedi Mulyadi dikenal dekat dan penuh kasih sayang dengan masyarakat, dengan berbagai interaksi hangat yang terekam di media sosial, ekspresi emosional yang berlebihan bisa jadi bumerang. Kuncinya adalah bagaimana niat baik tersebut dikemas dengan komunikasi yang profesional, terukur, dan tidak memicu kegaduhan baru.

Dalam era digital, keterbukaan, empati, dan pesan yang jelas jadi kunci agar kebijakan diterima dengan baik dan diskusi publik berjalan konstruktif. Komunikasi yang mengedepankan data dan konteks lebih efektif daripada hanya mengandalkan ketegasan atau emosi.

Menggali Kearifan Lokal dalam Strategi Komunikasi

Gubernur Dedi Mulyadi memiliki kekuatan dari budaya Sunda yang humanis dan membumi. Penggunaan bahasa daerah serta nilai lokal memberi warna khas yang membuat pesannya mudah diterima dan mempererat ikatan sosial. Banyak yang menganggapnya meneladani kepemimpinan legendaris Prabu Siliwangi, yang menambah nilai positif citranya.

Kedepannya, mengadopsi prinsip Tri Tangtu di Buana—konsep politik Sunda yang menyeimbangkan kekuasaan melalui musyawarah dan kolaborasi—dapat menjadi inspirasi komunikasi yang demokratis dan partisipatif. Ini membuka ruang dialog sehat, transparan, dan efektif di ruang publik modern.

Keseimbangan Niat dan Komunikasi Cerdas

Masyarakat menuntut lebih dari sekadar niat baik; mereka mengharapkan komunikasi yang cerdas, adaptif, dan berakar pada nilai lokal agar kebijakan bisa dipahami dan didukung secara luas. Dengan strategi komunikasi matang, kepercayaan publik terjaga, polarisasi diminimalisasi, dan perubahan positif bisa terwujud dengan lebih mulus.

— Rinda Aunillah, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung


You may also like

Comments

https://hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!