views
Tatkala mendengar kata naniura, mungkin Anda akan teringat lagu "Tabo do dekke naniura". Lagu ini sepenuhnya menceritakan kelezatan ikan naniura, sebuah kuliner khas Batak dari pesisir Danau Toba. Meski ikan ini tidak dimasak dengan api, rasanya tetap memikat hati siapa saja yang mencobanya. Naniura, makanan tradisional ini tidak hanya soal rasa, tapi juga penuh dengan budaya dan sejarah. Bahkan, kuliner ini pernah mengilhami pujangga untuk menciptakan lagu yang menggambarkan permohonan cinta—agar bisa selalu mencicipi kelezatan naniura bersama sang pujaan hati.
Apa Itu Naniura?
Naniura adalah salah satu kuliner khas masyarakat Batak yang menyerupai sashimi, hidangan ikan mentah dari Jepang. Namun, yang membuat naniura istimewa adalah cara pengolahannya yang memanfaatkan bumbu tradisional tanpa proses pemasakan dengan api. Bumbu dan rempah yang digunakan membuat ikan mentah yang segar ini matang secara alami, menciptakan rasa yang kaya dan khas.
Bahan utama Naniura:
Ikan segar: Dahulu menggunakan Ihan Batak (ikan endemik Danau Toba), tetapi kini sering diganti dengan ikan mas, mujahir, atau gabus karena kelangkaan Ihan.
Bumbu utama:
Ute jungga (asam Batak).
Andaliman ("lada Batak").
Jeruk nipis.
Cabai merah, bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar.
Kacang tanah.
Kunyit.
Bunga rias (batang kecombrang).
Cara Membuat Naniura
Pembuatan naniura memerlukan ketelitian, terutama saat mengolah bumbu:
Persiapan Bumbu:
Cabai merah, bawang merah, bawang putih, kemiri, dan ketumbar harus digongseng (saok) satu per satu di atas api kecil.
Pastikan setiap bahan mengeluarkan aroma harum dan berwarna kuning kecokelatan.
Bawang merah harus lunak dan tampak sedikit menerawang untuk hasil terbaik.
Pengolahan Ikan:
Ikan segar dibersihkan dan dilumuri dengan bumbu yang sudah dihaluskan, termasuk unte jungga, jeruk nipis, andaliman, dan rempah-rempah lainnya.
Biarkan bumbu meresap hingga ikan matang secara alami.
Penyajian:
Naniura disajikan dalam keadaan dingin, siap untuk disantap bersama keluarga atau kerabat.
Naniura dalam Sejarah dan Budaya Batak
Pada zaman kerajaan Batak di Tapanuli, naniura dianggap sebagai hidangan istimewa. Hanya para raja dan tamu kehormatan yang dapat mencicipinya, dan pembuatannya hanya dipercayakan pada juru masak kerajaan. Hal ini menjadikan naniura simbol status dan keistimewaan pada masa itu. Namun, seiring waktu, kuliner ini mulai dikenal luas dan bisa dibuat oleh masyarakat umum.
Naniura memanfaatkan bahan-bahan lokal yang melimpah di Tapanuli, seperti kecombrang, andaliman, unte jungga, dan rempah-rempah lainnya. Selain kaya rasa, bahan-bahan tersebut juga memiliki manfaat kesehatan.
Tantangan dan Potensi Naniura
Sayangnya, naniura saat ini tidak sepopuler arsik—hidangan Batak lainnya. Hal ini karena naniura jarang ditemukan di lapo-lapo (warung nasi khas Batak) atau acara-acara besar. Biasanya, naniura hanya dihidangkan pada momen spesial seperti Bona Taon (tahun baru marga) atau perayaan keluarga tertentu.
Namun, dengan berkembangnya industri pariwisata di Danau Toba, naniura memiliki potensi besar untuk menjadi daya tarik kuliner. Pemerintah pusat dan daerah perlu menjadikan naniura sebagai bagian dari promosi pariwisata Toba, tidak hanya untuk wisatawan domestik tetapi juga mancanegara.
Naniura: Kuliner Khas yang Layak Dibanggakan
Naniura adalah salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan. Dengan cita rasa unik yang dihasilkan dari bahan-bahan alami dan teknik pengolahan tradisional, naniura layak menjadi primadona kuliner Batak. Jika Anda berkunjung ke Sumatera Utara, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi hidangan khas ini. Tak hanya sekadar makanan, naniura adalah pengalaman budaya yang membawa Anda lebih dekat dengan sejarah dan tradisi Batak.
Selamat mencoba dan menikmati kelezatan naniura! Tabo do dekke naniura...
Jika Anda tertarik dengan cerita kuliner Batak lainnya, kunjungi terus blog kami di blog.hitabatak.com!
Powered by Froala Editor
Comments
0 comment