
Wamenlu Ungkap Pelanggaran Trump Terhadap Aturan WTO

Pelanggaran Sistem Multilateral oleh Presiden AS
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah dianggap melanggar sistem multilateral dan berbagai aturan yang ditetapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pelanggaran ini terjadi setelah kenaikan tarif barang impor dari puluhan negara yang masuk ke AS. Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir, mengungkapkan bahwa kebijakan proteksionisme yang diadopsi oleh Trump telah menciptakan ketidakpastian dalam sistem perdagangan global.
"Satu lagi building blocks yang ditaruh untuk mengundermind sistem multilateral. Kebijakan Presiden Trump melanggar berbagai aturan WTO,"
Eskalasi perang dagang semakin meningkat setelah Trump menetapkan tarif tambahan terhadap puluhan negara. Ketegangan kembali memanas ketika Presiden China, Xi Jinping, membalas dengan menetapkan tarif impor sebesar 125% untuk barang-barang AS, setelah Trump mengenakan tarif 145% terhadap produk Tiongkok.
Di kawasan ASEAN, beberapa negara juga terkena dampak tarif tinggi dari AS, seperti Kamboja (49%), Vietnam (46%), Thailand (36%), Indonesia (32%), dan Malaysia (24%). Meskipun demikian, Arrmanatha menyatakan bahwa tidak ada negara yang berencana untuk melaporkan kebijakan Trump ke WTO, kecuali China, Kanada, dan Uni Eropa. Banyak negara justru memilih untuk memberikan kelonggaran kepada Trump agar tidak dikenakan tarif yang melanggar aturan WTO.
Arrmanatha menilai bahwa saat ini sistem multilateral gagal dalam menjaga stabilitas dunia, yang seharusnya menjadi komitmen pasca Perang Dunia Kedua. Ia mengingatkan bahwa Liga Bangsa-Bangsa, yang dibentuk setelah Perang Dunia Pertama untuk mencegah terulangnya konflik besar, justru gagal dan berujung pada Perang Dunia Kedua.
Dalam Global Risk Report 2025 yang dirilis oleh World Economic Forum, ancaman terhadap stabilitas dunia diidentifikasi berkaitan erat dengan geo-ekonomi, resesi, stagnasi ekonomi, inflasi, pengangguran, perubahan iklim, dan krisis pangan. Selain itu, Arrmanatha juga menyoroti bahwa kemajuan teknologi membawa tantangan baru, seperti bias informasi dan polarisasi sosial, sementara konflik bersenjata semakin memanas dengan beberapa negara yang mulai mengadopsi senjata nuklir.
Negara-negara ASEAN sendiri menempatkan perubahan iklim sebagai ancaman utama, diikuti oleh persoalan dan persaingan ekonomi antara negara-negara besar dunia. "Mayoritas ancaman terhadap stabilitas dunia di masa depan tidak hanya bersumber dari konflik bersenjata," tutupnya.
Comments
0 comment