
MU Gagal Konsisten Karena Kurangnya Filosofi yang Tegas dan Jelas

Manchester United Terjebak Krisis Konsistensi di Premier League 2024/2025
Musim ini menjadi salah satu periode tersulit bagi Manchester United. Posisi mereka terpuruk di peringkat 14 klasemen Liga Inggris dengan catatan 14 kekalahan, lebih banyak dari kemenangan yang baru mencapai 10 kali. Kekalahan pahit terbaru dialami pada pekan ke-32, saat Bruno Fernandes dan rekan-rekan dibantai Newcastle United 4-1 di kandang lawan, St James' Park.
Dengan 38 poin dari 32 laga, Setan Merah hanya berpeluang mengumpulkan maksimal 50 poin di akhir musim — angka terendah sepanjang era Premier League. Rekor terendah sebelumnya terjadi pada musim 2021/2022 saat mereka finis di posisi keenam dengan 58 poin. Tren negatif ini juga memperpanjang paceklik gelar Liga Inggris yang sudah berlangsung sejak 2013, tepat setelah era legendaris Sir Alex Ferguson berakhir.
Mantan pemain dan anak asuh Sir Alex, Jaap Stam, menyoroti akar masalah MU yang terletak pada ketiadaan filosofi yang jelas di klub. Perubahan manajer yang terlalu sering — seperti pergantian dari Erik ten Hag ke Ruben Amorim di tengah musim ini — membuat kultur dan identitas klub sulit terbangun secara berkelanjutan.
"Sebagai klub besar, Anda harus memiliki filosofi yang konsisten dan identitas jelas. Cara bermain harus terdefinisi, kemudian pilihlah manajer yang sesuai dengan filosofi itu," ujar Stam.
"Sayangnya, pemain didatangkan untuk satu manajer, lalu manajer baru datang dan ingin mengubah segalanya. Ini membuat visi klub terus berubah-ubah dan tidak stabil."
"Daripada terus membangun ulang visi setiap manajer baru, klub harus menetapkan filosofi terlebih dahulu dan mencari manajer yang sejalan. Ini kunci menjaga konsistensi dan menghindari start dari nol secara berulang."
Ke depan, MU dihadapkan pada tantangan besar untuk menemukan arah yang jelas dan membangun fondasi kuat agar prestasi meraih gelar kembali bisa diwujudkan.
Comments
0 comment