views
Cancel Culture di Indonesia: Mengapa Netizen Masih Pemaaf Terhadap 'A Business Proposal'

Cancel Culture di Indonesia: Pemaaf atau Pemboikot?
Belakangan ini, netizen Indonesia tengah berdebat hangat mengenai budaya cancel culture yang muncul terkait pemutaran film 'A Business Proposal' di tanah air. Namun, di balik kemarahan tersebut, ada satu kenyataan menarik yang mungkin terlewat: masyarakat Indonesia, khususnya generasi +62, dikenal sebagai sosok yang pemaaf.
Dari perspektif Enda Nasution, seorang pengamat media sosial dan Koordinator Bijak Bersosmed, karakter netizen di Indonesia tidak sepenuhnya identik dengan kemarahan. Menurutnya, "Selain kita mudah marah, netizen Indonesia juga memiliki sifat pemaaf. Jika ada klarifikasi atau permintaan maaf yang disertai dengan tindakan positif, banyak orang yang bersedia untuk tetap mendukung dan tidak memboikot karya tersebut," ungkapnya melalui pesan singkat.
Akar Budaya Cancel Culture
Enda menjelaskan bahwa budaya cancel culture sejauh yang dia ketahui, berasal dari Amerika Serikat. "Fenomena ini mulai muncul secara luas bersamaan dengan gerakan Me Too, di mana banyak wanita yang berani bersuara tentang pengalaman pelecehan seksual. Banyak tokoh di dunia hiburan yang terpapar akibat perilaku tidak pantas mereka, dan cancel culture berdampak besar pada karir mereka," jelasnya.
Salah satu contoh yang mencolok adalah kasus aktor Bill Cosby, yang meskipun merupakan pelopor di industri hiburan Amerika, harus menghadapi konsekuensi parah setelah terungkap melakukan pelecehan terhadap banyak perempuan. Karya-karyanya kini terjebak dalam sejarah cancel culture yang berat.
Peran Cancel Culture Sebagai Pengingat
Lebih jauh, Enda menekankan bahwa cancel culture bisa berfungsi sebagai penjaga integritas di dunia hiburan. Budaya ini mendorong para selebritas untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka, sekaligus memberikan harapan bagi masyarakat akan seniman yang lebih bertanggung jawab dan etis.
Secara keseluruhan, budaya cancel culture mungkin memicu perdebatan, tetapi pada akhirnya, sikap pemaaf masyarakat Indonesia dapat membuka jalan untuk rekonsiliasi dan dukungan bagi karya-karya yang bernilai.
Comments
0 comment