SYL Dapat Dana Menteri Rp 80 Juta per Bulan, Disebut Masih Kurang
SYL Dapat Dana Menteri Rp 80 Juta per Bulan, Disebut Masih Kurang #newsupdate #update #news #text
Pemeriksaan Kasdi Subagyono sebagai saksi mahkota, untuk dua terdakwa lainnya dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan, yakni Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Muhammad Hatta, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Pemeriksaan Kasdi Subagyono sebagai saksi mahkota, untuk dua terdakwa lainnya dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan, yakni Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Muhammad Hatta, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Eks Sekjen Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, mengungkapkan bahwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendapatkan dana operasional menteri (DOM) sebesar Rp 80 juta per bulan.

Namun, uang itu disebut masih kurang. Imbasnya, jajaran eselon 1 di Kementan dimintai uang sharing atau iuran.

Hal itu terungkap saat Kasdi menjadi saksi mahkota untuk dua terdakwa lainnya dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan, yakni SYL dan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta. Kasdi jadi saksi mahkota karena merupakan terdakwa dalam kasus yang sama.

Mulanya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mencecar Kasdi saat dirinya dipanggil oleh mantan Sekjen Kementan sebelum dirinya, Momon Rusmono, terkait pembahasan DOM tersebut. Saat itu, kata Kasdi, Momon menyampaikan soal DOM yang tak cukup sehingga butuh dukungan dari pejabat eselon 1.

"Pernah enggak Saudara dipanggil Pak Momon untuk membicarakan mengenai biaya operasional atau dana operasional menteri, waktu Saudara sebagai Dirjen Perkebunan. Pernah enggak Saudara dipanggil oleh Momon dan membicarakan mengenai persiapan DOM?" tanya hakim Rianto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6).

"Pernah, Yang Mulia. Tentu tidak saja saya, ada eselon 1 lain, kan," jawab Kasdi.

"Ya, ada saat itu disampaikan bahwa ada beberapa operasional Pak Menteri yang perlu didukung oleh eselon 1 lain, karena dana DOM tidak mencukupi, dan dana yang ada di Sekretariat Jenderal tidak mencukupi juga," lanjut dia.

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian yang juga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/6/2024).  Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian yang juga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/6/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Saat itu, semua eselon 1 dikumpulkan oleh Momon. Dengan adanya kekurangan DOM itu, lanjutnya, Momon juga menyampaikan kepada eselon 1 untuk melakukan sharing di Direktorat Jenderal masing-masing.

Kasdi mengungkapkan bahwa permintaan urunan itu ternyata sudah ada sejak awal tahun 2020. Hakim pun mendalami jumlah dana operasional menteri yang didapatkan oleh SYL per tahunnya.

"Kalau inti DOM ini apakah itu memang khusus untuk menteri aja?" tanya hakim.

"Jadi DOM itu satu tahun, kan, Rp 1,2 miliar, setiap bulannya, kan, Rp 100 juta. Dari Rp 100 juta, 80 persen...," jawab Kasdi.

"Itu diambil setiap bulan atau diambil keseluruhan satu tahun?" cecar hakim memotong penjelasan Kasdi.

"Setiap bulan ada keluar kuitansi lumsum, 80 disampaikan kepada...," timpal Kasdi.

"Berapa persen?" cecar hakim lagi.

"80 persen, artinya Rp 80 juta per bulan ditujukan secara lumsum kepada Pak Menteri. Pak Menteri menandatangani kuitansi," kata Kasdi.

Pemeriksaan Kasdi Subagyono sebagai saksi mahkota, untuk dua terdakwa lainnya dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan, yakni Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Muhammad Hatta, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Pemeriksaan Kasdi Subagyono sebagai saksi mahkota, untuk dua terdakwa lainnya dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan, yakni Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Muhammad Hatta, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Kasdi mengungkapkan bahwa sharing itu dikumpulkan setiap bulannya. Jumlahnya pun sudah ditetapkan berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Uang sharing itu nantinya akan digunakan untuk menunjang kebutuhan SYL, salah satunya untuk kunjungan kerja ke daerah maupun ke luar negeri.

Kasdi saat menjabat Dirjen Perkebunan pun mengaku pernah menyetor uang sharing sebesar Rp 60 juta. Ia menyebut uang itu diambilnya melalui Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) yang kemudian disetorkan ke Biro Umum.

Perolehan uangnya diambil dari anggaran yang sifatnya dana koordinasi dan operasional. Termasuk, juga membuat perjalanan dinas fiktif.

"Uang Rp 60 juta ini Saudara ambil dari pos mana ini?" tanya hakim.

"Ya tentu kami juga mengambil dari di Sekretaris Ditjen untuk yang sifatnya adalah koordinasi, kemudian operasional," jawab Kasdi.

"Dana operasional ini, SPJ [surat pertanggungjawaban] masuk enggak di situ?" tanya hakim.

"Masuk," timpal Kasdi.

"Gimana caranya?" cecar hakim.

"Ya tentu Yang Mulia, karena pada saat perencanaan anggaran tidak ada bunyinya itu, tentu mengambil daripada SPJ-an itu dari salah satunya perjalanan dinas," imbuh Kasdi.

"Jadi dibuat fiktif?" tanya hakim.

"Iya, tidak bisa lagi, karena tidak ada di dalam ini," pungkas Kasdi.

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian yang juga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/6/2024).  Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian yang juga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/6/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Lebih lanjut, Kasdi mengaku tidak mengetahui jumlah yang diberikan oleh Direktorat Jenderal lainnya untuk sharing tersebut. Namun, yang pasti uang sharing itu diminta kepada setiap Direktorat Jenderal.

"Apakah Saudara tahu Ditjen lain sama juga seperti Saudara cara pengumpulannya?" tanya hakim.

"Tahu, Yang Mulia, sama," jawab Kasdi.

"Saudara Rp 60 [juta]. Ditjen lain?" tanya hakim.

"Saya tidak tahu tepatnya berapa," ucap Kasdi.

"Tapi yang jelas paling kurang, paling sedikit Rp 50 juta, ya?" tanya hakim mengkonfirmasi.

"Iya seingat saya itu," timpal Kasdi.

Dalam kasusnya, SYL diduga melakukan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan. Bersama Kasdi dan Muhammad Hatta, ia didakwa memungut uang pungli dari sejumlah pejabat Kementan.

Besarannya mulai dari USD 4.000-10.000. Total uang yang diduga diterima SYL ialah sebesar Rp 13,9 miliar. Namun, dalam akhir penyidikan KPK, nilainya membengkak menjadi Rp 44,5 miliar.

Hasil rasuah itu lalu diduga digunakan untuk keperluan pribadi. Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL.

https://kumparan.com/kumparannews/syl-dapat-dana-menteri-rp-80-juta-per-bulan-disebut-masih-kurang-22y4EP58D6B

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations