Pensiun Dini PLTU Cirebon 1, Pelabuhan Ratu & Suralaya Bisa Turunkan PDB Rp 4 T

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menghitung potensi dampak pensiun dini (early retirement) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu di Jawa Barat, serta PLTU Suralaya di Banten bisa menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menuturkan ada dua skenario dampak pensiun dini terhadap output perekonomian nasional, berdasarkan sektor yang ada di Badan Pusat Statistik (BPS).

Skenario pertama yaitu apabila penutupan PLTU batu bara tanpa ada investasi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan adalah estimasi penurunan konsumsi listrik PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu sebesar Rp 273 miliar dan 435 miliar, dan PLTU Suralaya Rp 1,4 triliun.

"Kalau kita mematikan 3 PLTU tadi efeknya adalah di nasional secara output ekonomi bisa menurunkan PDB sampai Rp 4 triliun atau Rp 3,9 triliun lebih," ungkapnya saat Diseminasi Temuan Riset CERAH & CELIOS, Kamis (25/1).

Bhima menuturkan, sektor yang paling terdampak pensiun dini PLTU adalah pengadaan listrik dan gas hingga Rp 1,5 triliun, serta pertambangan dan penggalian sebesar Rp 1,13 triliun.

Kemudian, lanjut Bhima, dampak pensiun dini PLTU dalam skenario pertama maka ada potensial loss PDB hingga Rp 1,2 triliun di Jawa Barat, dan Banten Rp 930 miliar.

Sementara untuk skenario kedua, yaitu tambahan asumsi ada investasi pembangkit energi terbarukan sebesar Rp 53 triliun yang berlokasi di Jawa Barat dan Banten dari pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP).

Dengan investasi tersebut, asumsi selanjutnya adalah peningkatan konsumsi listrik sebesar Rp 695 miliar dari hasil pembangkit listrik energi terbarukan.

"Untuk modelling kedua tiba-tiba angkanya positif, karena skenarionya adalah tutup PLTU tapi membangun energi terbarukan di wilayah yang sama, hasilnya secara nasional langsung jadi Rp 82 triliun positif," tuturnya.

Bhima menuturkan, beberapa sektor yang terdampak positif dari pengembangan EBT yaitu pertanian mencapai Rp 7,8 triliun, industri pengolahan Rp 19,6 triliun yang didorong oleh memasok komponen pembangkit EBT.

"Kalau digalakkan industrialisasi di lokasi tempat PLTU dimatikan, basis industri kita di Jawa Barat dan Banten tidak khawatir terjadi relokasi indutri, tidak khawatir terjadi pengangguran di berbagai sektor," tuturnya.

Begitu juga potensi pertumbuhan ekonomi per daerah menurut skenario kedua, di Jawa Barat akan terjadi kenaikan PDB hingga Rp 7,4 triliun dan Banten mencapai Rp 1,9 triliun.

"Kalau ada yang bertanya bagaimana menumbuhkan ekonomi terutama di wilayah yang sumber pendapatan dan ekonomi dari PLTU, ya matikan cepat PLTU, lalu instalansi EBT dan transmisi dibangun, asal energi yang tidak berbasis solusi semu," tegas Bhima.

Kemudian dengan skenario kedua ini, selama 2 tahun berlangsungnya penutupan dini PLTU malah bisa menurunkan ketimpangan antar wilayah, dari sebelumnya 0,74 menjadi 0,73 (Indeks Williamson).

"Karena tahun pertama penutupan, tahun kedua pembangkit energi terbarukan diinstalasi itu bisa menurunkan ketimpangan. Kalau dipanjangin sampai waktu early retirement efeknya ketimpangan akan semakin turun," pungkas Bhima.