Kota Yogya Punya 16.000 Biopori, Diklaim Bisa Kurangi Sampah Organik 40 Ton/Hari
Oleh Pandangan Jogja
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo saat peluncuran gerakan Mbah Dirjo dengan biopori ala Jogja di wilayah Umbulharjo. Foto: Pemkot Yogya
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo saat peluncuran gerakan Mbah Dirjo dengan biopori ala Jogja di wilayah Umbulharjo. Foto: Pemkot Yogya

Pemerintah Kota Yogya tengah menggencarkan pengoptimalan biopori untuk mengolah dan mengurangi sampah organik. Salah satu program yang dijalankan adalah Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori ala Jogja (Mbah Dirjo).

Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo, mengatakan bahwa sejak diluncurkan sejak dua pekan lalu sudah ada sekitar 16.000 biopori yang tersebar di Kota Yogya.

Belasan ribu biopori ini menurutnya akan mengoptimalkan pengolahan sampah organik di Yogyakarta.

“Kemarin laporannya ada sekitar 16.000 titik biopori yang kemudian bisa dimaksimalkan. Baik itu lama maupun baru bisa mengurangi sampah organik,” kata Singgih Raharjo, Jumat (11/8).

Lubang biopori dibangun warga di wilayah di Kampung Tukangan. Foto: Pemkot Yogya
Lubang biopori dibangun warga di wilayah di Kampung Tukangan. Foto: Pemkot Yogya

Singgih mengatakan dari hasil perhitungan keberadaan biopori tersebut, sampah organik yang bisa dikurangi berkisar antara 30 sampai 40 ton per hari.

Sementara itu, target dari Mbah Dirjo ini sendiri bisa mengurangi sampah organik sebesar 25 sampai 30 persen atau sekitar 60 ton per hari.

Dengan begitu, volume sampah Kota Yogya yang kini mencapai 200 ton per hari bisa ditekan.

“Kita menyentuhnya di hulu karena pemilahan dan pengolahan sampah itu sebaiknya memang di hulu. Nah yang residu memang kemudian kita lakukan pengelolaan di tingkat hilir,” paparnya.

Singgih menegaskan, Pemkot Yogyakarta menggerakkan Mbah Dirjo tidak hanya kepada masyarakat. Para pegawai dan karyawan di Pemkot Yogyakarta menurut dia juga diwajibkan untuk memilah dan mengolah sampah organik dengan biopori.

Pengolahan sampah mandiri juga dilakukan dinas terkait yang mengelola pelayanan publik, salah satunya di pasar-pasar yang diampu Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta.

Sejumlah biopori juga dibuat Dinas Perdagangan di Pasar Giwangan untuk mengelola sampah organik. Foto: Pemkot Yogya
Sejumlah biopori juga dibuat Dinas Perdagangan di Pasar Giwangan untuk mengelola sampah organik. Foto: Pemkot Yogya

Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta, Veronica Ambar Ismuwardani, menyampaikan bahwa tiap pasar sudah membuat biopori dengan berbagai ukuran.

“Target kita 70 biopori dengan berbagai macam keluasan dan besaran Mulai dari yang regular kapasitas setengah ton sampai yang besar di Pasthy (Pasar Satwa Tanaman Hias Yogyakarta) itu satu ton," kata Ambar.

"Ada empat titik di Pasthy yang bisa kita isi, volumenya satu ton jadi ada empat ton. Nanti kita siapkan di sana dengan program Mbah Dirjo,” lanjutnya.

Dia mengatakan bahwa sampah organik yang paling banyak dihasilkan ada di Pasar Giwangan. Sebab, Pasar Giwangan adalah pasar induk sayur dan buah.

Meski demikian, Vero mengatakan bahwa Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta sudah membangun Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di Pasar Giwangan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan anorganik dengan pemilahan, termasuk membuat sejumlah biopori di Pasar Giwangan.

Ambar menjelaskan volume sampah di pasar kini telah berkurang dengan gerakan zero sampah anorganik dan Mbah Dirjo.

"Dari awalnya berkisar 26-30 ton lalu dengan gerakan zero sampah anorganik berkurang menjadi sekitar 17 ton. Kemudian ada edukasi ke pedagang agar memilah sampah dan membawa pulang sampah organik serta gerakan Mbah Dirjo, kini volume sampah dari pasar tinggal 7 sampai 8 ton," ujarnya.

https://kumparan.com/pandangan-jogja/kota-yogya-punya-16-000-biopori-diklaim-bisa-kurangi-sampah-organik-40-ton-hari-20yFWoCInrI

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations