Gara-gara Virus LSD, Harga Jual Sapi per Ekor Merosot 30 Persen

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan, penyakit kulit atau Lumpy Skin Disease (LSD) yang menyerang sapi membuat harga sapi anjlok.

Dia menjelaskan, sapi yang terserang virus ini selama belum parah memang dagingnya masih bisa dimakan, namun kulitnya tidak bisa dijual.

"Nilai ekonominya menyusut, kalau kena LSD harga jualnya bisa berkurang 30 persen," kata Nanang kepada kumparan, Minggu (6/8).

Pada satu ekor sapi, biasanya dapat diambil kulitnya seberat 30 kg dengan harga Rp 20 ribu per kg. Kalau sudah terjangkit LSD, kulit sapi tidak bisa dijual dan hanya menjadi limbah.

Sapi yang terserang LSD juga menurunkan nafsu makan sapi sehingga dagingnya juga berkurang sehingga harga jual sapi bisa turun sampai 30 persen.

"Misal sapi normal Rp 50 ribu per kg, sapi yang terkena LSD tinggal Rp 30 ribu per kg. Kalau sapi berat 400 kg harga normal Rp 20 juta, tapi kalau kena LSD, 400 kg kali Rp 30 ribu," kata Nanang.

Saat ini, Indonesia menyetop sementara impor dari 4 peternakan Australia, salah satu negara yang jadi pemasok terbesar sapi ke Indonesia. Nanang mengatakan penyetopan impor itu tidak signifikan berpengaruh ke pasokan sapi dalam negeri karena jumlah peternakan di sana masih banyak yang diizinkan mengirim sapi ke Indonesia.

Hanya saja menurutnya yang jadi masalah saat ini adalah penanganan LSD dalam negeri yang dia nilai lambat.

"Penanganan LSD bukan kita setop dari Australia, tapi akan lebih efektif kalau pemerintah sesegera mungkin datangkan vaksin dalam jumlah yang cukup," pungkas dia.