Belajar dari China untuk Meredam Polusi Udara Jakarta
Oleh Nurul Intsan
Polusi udara mengepung Monas di Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Polusi udara mengepung Monas di Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Dalam beberapa minggu belakangan, masyarakat di DKI Jakarta dan sekitarnya terus diresahkan oleh penurunan kualitas udara. Laporan dari IQAir menunjukkan bahwa indeks kualitas udara di DKI Jakarta masih buruk dalam beberapa waktu terakhir.

Penilaian tersebut, bahkan pernah menempatkan DKI Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat karena udara yang kotor dapat menghambat saluran pernapasan.

Selain itu, kondisi ini pun mengganggu aktivitas atau mobilisasi masyarakat di Jakarta yang harus bekerja. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan buruknya kualitas udara.

Sebelum polusi udara ekstrem menyerang Indonesia, China terlebih dahulu mengalaminya pada tahun 2013-2017. Kondisi ini disebut ekstrem karena udara di China sepuluh kali lebih buruk dari batas yang diberikan oleh World Health Organization (WHO).

Masalah polusi udara yang terjadi di China sebagian besar disebabkan oleh kegiatan industri yang masih bergantung pada energi fosil, yaitu batu bara.

Oleh karena itu, misi utama China adalah mengurangi tingkat konsumsi energi fosil dengan beralih pada energi hijau. Hal ini terlihat dari kebijakan China dalam memerangi polusi udara yang berfokus pada tiga sektor: industri, transportasi, dan perumahan.

Pada sektor industri, pemerintah China menghentikan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Pemerintah pun menyusun regulasi agar pembangkit listrik yang sudah ada dapat meminimalkan penggunaan energi fosil sehingga dapat mengurangi emisi.

Pemerintah telah menetapkan bahwa seluruh kegiatan industri harus beralih ke bahan bakar gas alam (CNG) sebagai energi baru. Saat itu, China bahkan menutup 27 tambang batu bara di Provinsi Shanxi. Langkah ini terbukti efektif untuk menekan jumlah emisi lebih dari 30 persen.

Polusi udara di Beijing, China, pada tahun 2016. Foto: APexchange
Polusi udara di Beijing, China, pada tahun 2016. Foto: APexchange

Langkah kedua yang diambil China, yaitu membatasi kuota harian dan jumlah pelat nomor baru. Hal ini kembali diarahkan untuk mengurangi emisi dari kendaraan. Di lain sisi, pemerintah pun mendorong elektrifikasi kendaraan dengan memberikan diskon 60 persen untuk pembelian mobil listrik yang lebih ramah lingkungan.

Pemerintah China pun meminta agar perusahaan transportasi beralih menggunakan kendaraan listrik. Sasaran utama kebijakan ini adalah taksi dan bus. Pemerintah China berjanji akan memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang mendukung program elektrifikasi kendaraan tersebut.

Terakhir, sektor perumahan. Kebijakan yang diarahkan pada sektor perumahan adalah restrukturisasi sumber energi fosil ke energi hijau. Konsumsi perumahan memang tidak terlalu besar, tetapi jumlah penduduk China yang besar menyebabkan konsumsi energi rumah tangga menjadi besar.

China pun mempertegas pemakaian elektronik untuk rumah agar dapat meminimalisasi produksi gas rumah kaca (GRK). Selain itu, alat-alat rumah tangga yang ramah lingkungan pun telah disubsidi oleh pemerintah agar masyarakat dapat beralih ke energi hijau.

Langkah yang diambil China dalam memerangi polusi udara ini dinilai efektif, bahkan mampu menurunkan kadar polusi lebih dari 40 persen sejak tahun 2017-2020.

Merujuk pada laporan riset dari Energy Policy Institute (EPIC) University of Chicago menunjukkan bahwa penurunan polusi udara di China merupakan yang tercepat di dunia, bahkan melebihi Amerika Serikat yang membutuhkan waktu tiga dekade untuk hasil yang sama. Keberhasilan ini merupakan prestasi bagi China karena telah berhasil keluar dari tahun "kematian".

Opsi Kebijakan Mengatasi Polusi Udara Jakarta

Pj Gubernur DKI Jakarta pada Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: BPMI Setpres)
Pj Gubernur DKI Jakarta pada Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: BPMI Setpres)

Langkah yang diambil dalam menyelesaikan masalah polusi udara Jakarta, tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh China. Dalam Rapat Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, dilakukan diskusi untuk mencari penyebab dan solusi dari buruknya kualitas udara.

Ratas tersebut dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, dan beberapa pejabat lainnya.

Pertemuan yang telah dilakukan menghasilkan beberapa opsi kebijakan yang dapat diterapkan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sebagai daerah dengan polusi ekstrem. Opsi-opsi kebijakan tersebut adalah elektrifikasi kendaraan, pelaksanaan rekayasa cuaca, uji emisi kendaraan, pelaksanaan hybrid working, peralihan menuju energi hijau, dan pengetatan kegiatan industri.

Dari beberapa opsi kebijakan yang ada, Heru Budi Hartono Pj Gubernur DKI Jakarta telah menetapkan dua langkah utama yang akan diambil dalam waktu dekat agar dapat mengatasi masalah udara. Di antaranya dengan mewajibkan hybrid working bagi ASN DKI Jakarta dan pelaksanaan uji emisi kendaraan yang bekerja sama dengan Menhub.

Hybrid working menjadi langkah yang dipilih oleh Pj Gubernur DKI Jakarta dalam waktu dekat karena dinilai akan efektif. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan bekerja dari rumah (WFH) per tanggal 21 Agustus 2023 sebanyak 50 persen ASN. Namun, secara perlahan Pemprov akan memperbanyak jumlah ASN yang bekerja dari rumah menjadi 75 persen.

Skema hybrid working ini akan dilakukan sampai dengan tanggal 21 Oktober 2023. Dari skema ini, harapannya dapat mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan dari kendaraan pribadi. Dengan demikian, polusi udara dari kendaraan bermotor dapat diminimalisir dalam 2-3 bulan kedepan.

Pemprov DKI Jakarta pun akan melakukan uji emisi kendaraan bermotor di wilayah Jabodetabek. Pelaksanaan uji emisi ini bekerja sama dengan Menhub karena uji emisi kendaraan tidak hanya akan dilakukan di DKI Jakarta tetapi pada beberapa titik di daerah penyangga (Jabodetabek).

Heru menegaskan bahwa perlu ada pengecekan lanjutan terhadap kesesuaian antara mesin dengan bahan bakar yang digunakan. Misalnya, mesin kendaraan kapasitas 2.400 cc harus menggunakan BBM RON 98 dan Pertamax Turbo.

Pengecekan ini perlu dilakukan karena masih banyak masyarakat yang menggunakan BBM tidak sesuai standar mesin hanya demi mendapatkan harga lebih murah. Apabila dibiarkan, maka emisi yang dihasilkan dari kendaraan tersebut akan lebih banyak dan berdampak besar pada kualitas udara.

Kesadaran Masyarakat Dulu, Baru Elektrifikasi Kendaraan

Polusi udara yang pekat menyelimuti Jakarta, Selasa (15/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Polusi udara yang pekat menyelimuti Jakarta, Selasa (15/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Dari banyaknya kebijakan yang didiskusikan oleh pemerintah pada Ratas, percepatan elektrifikasi kendaraan listrik adalah pilihan kebijakan yang banyak dibicarakan masyarakat. Hal ini karena muncul beberapa asumsi bahwa masalah polusi udara justru dijadikan momentum oleh pemerintah untuk "menjual" kendaraan listrik dalam jumlah besar.

Merujuk pada penanganan polusi udara yang dilakukan oleh China, kendaraan listrik memang dapat menjadi salah satu solusi. Namun, perlu diperhatikan bahwa ada tahapan-tahapan yang perlu dilewati sebelum sampai pada tahap elektrifikasi kendaraan.

Tahapan penting yang perlu dilakukan pemerintah adalah peningkatan kesadaran masyarakat terhadap polusi udara. Ini adalah langkah dasar yang perlu dilakukan agar dapat mensukseskan program-program jangka panjang.

Caranya, pemerintah perlu membuka data kualitas udara se-transparan mungkin agar masyarakat sadar bahwa kualitas udara sedang berada dalam fase darurat. Melalui cara ini, China telah berhasil meningkatkan awareness masyarakat terhadap polusi udara lebih dari 94 persen.

Di samping itu, pemerintah pun harus terlebih dahulu menerapkan kebijakan lain untuk menangani polusi udara jangka pendek. Hal ini karena meskipun elektrifikasi kendaraan adalah solusi, tetapi proses untuk mewujudkannya sangatlah panjang.

Oleh karena itu, langkah DKI Jakarta untuk menerapkan hybrid working perlu diapresiasi. Setelah skema hybrid working selesai, barulah langkah-langkah selanjutnya yang lebih progresif dapat dilakukan. Terutama, pengetatan pengawasan terhadap industri, peralihan transportasi publik ramah lingkungan, dan transisi energi hijau perumahan.

https://kumparan.com/nurul-intsan/belajar-dari-china-untuk-meredam-polusi-udara-jakarta-211Tv8Cg9De

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations