Setelah memperingati Jumat Agung orang Batak biasanya akan berkumpul untuk mempersiapkan kebutuhan dan keperluan untuk melaksanakan tradisi turun temurun untuk mengingat keluarga yang telah meninggal, yakni Mangarihiti. Mangarihiti menurut kamus bahasa Batak adalah mencari pasir pada beras yang ditampi. Mangarihiti juga berasal dari kata Rihit yang artinya pasir.
Jadi Mangarihiti bagi orang Batak memiliki makna membuat jadi pasir kembali, bahkan Mangarihiti memiliki filosofi sendiri, yaitu sebagai pengingat manusia akan kembali menjadi debu dan pasir. Pasir ini yang akan mengantar kita kepada kekekalan yang Abadi. Matua tano matoras rihit. Dalam pelaksanaanya Mangarihiti membersihkan kuburan dan menaburkan pasir di kuburan atau disekitar kuburan tersebut, hal ini menunjukkan semangat kegotong royongan keluarga.
Keluarga yang sudah berkumpul biasanya akan berangkat sama-sama ke kuburan keluarga yang sudah meninggal. Hal ini juga sebagai rangkaian dalam persiapan Ibadah Buhabuha Ijuk yang akan dilakukan di kuburan marga tertentu.
Selain itu untuk Mangarihiti untuk mengingat Yesus di dalam kubur, yang dijaga dan dimeteraikan seperti apa yang tertulis dalam Alkitab. Mangarihit juga menjadi kesempatan keluarga untuk hening sejenak dari segala kegiatan mereka, dan mengikat kembali tali persaudaraan.
Setelah selesai Mangarihiti seluruh anggota keluarga biasanya akan berkumpul untuk makan bersama sambil bercerita-cerita yang semakin menambah kehangatan dan kerukunan para anggota keluarga tersebut. Tidak sedikit juga para perantau menyempatkan waktunya untuk pulang ke Bona Pasogit untuk ikut serta dalam tradisi Mangarihiti.
Setelah selesai Mangarihiti dan makan bersama, seluruh anggota keluarga akan pulang dan mempersiapkan diri dalam menyambut minggu paskah pada besoknya.