Manat Unang Tartuktuk, Nanget Unang Tarrobung, filosofi ini mengartikan berhati-hati agar tidak tersandung, pelan-pelan agar tak terpelosok. Manat unang tartuktuk, nanget unang tarrobung, pepatah Batak. Dalam setiap tindakan, seorang pemimpin sepatutnya bertindak hati-hati. Artinya, kesempurnaan seseorang terletak pada kekuatan berusaha dan kedekatan kepada Tuhan. Pesan untuk hati-hatilah melangkah supaya tidak tersandung. Sedangkan ungkapan, nanget unang tartuktuk manat unang tarrobung yang berarti, hati-hatilah melangkah supaya tidak tersandung dan tidak masuk jurang.
Apa pesan moral dari ungkapan itu? Dalam kehidupan sosial pun hal ini penting. Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua orang. Lebih baik hati-hati dalam berjalan, sebab kaki tak akan tersandung, dan tidak akan menginjak kotoran. Kegunaan punya telinga, sebenarnya untuk mendengar, mendengar kata-kata yang benar, camkan dan simpan dalam hati, jangan semua hal didengarkan.
Paling tidak dalam berbicara misalnya, jangan berbicara sembarangan, hal-hal yang tak benar hendaknya jangan diucapkan. Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunakan, agar selalu mendapat kebenaran, begitu pula dalam melangkahkan kaki, hati-hatilah melangkahkannya, bila tersandung pasti kita yang menahan deritanya. Karenanya, kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamatan, jangan henti-hentinya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam, tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam, tak mungkin tidak akan berhasil.
Siapapun jika berusaha terus-menerus, lama-kelamaan pasti akan membuahkan hasil. Lalu pesannya untuk pemimpin hendaknya memahami potensi diri untuk digali, diasah, dan dikembangkan guna menopang masa depan. Setiap pemimpin harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan perbuatannya. Di mana saja kita berada, disitu pasti ada rezeki. Oleh sebab itu, jika memimpin seorang pemimpin harus optimis dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang kuat harus mampu bicara jelas dan mudah dimengerti.
Pemimpin harus berani menghadapi setiap resiko kepemimpinannya. Tak seenak memimpin tapi takut menghadapi beban berat di hadapannya. Ketaatan terhadap perintah tergantung perangai pemimpin itu sendiri. Namun mesti hati-hatilah dalam berjalan begitu juga dalam melihat, sehingga tidak menyakiti orang lain.
Pemimpin jangan mengumbar keberanian untuk menghindari kekalahan. Pemimpin hakikatnya harus bisa berdiri dimana saja. Siap memberi komando sekaligus sanggup bekerjasama dengan kalangan yang dipimpin. Dalam setiap tindakan pemimpin sepatutnya bertindak hati-hati. Berjalan peiharalah kaki, berkata peliharalah ucapan. Akhirnya, pesan moral dari ungkapan ini lebih kepada setiap orang, menjadi seorang pemimpin, tetaplah berhati-hati dalam berjalan begitu juga dalam melihat sehingga tak menyakiti orang lain.
*Penulis : Hojot Marluga adalah seorang jurnalis, dulu menjadi redaktur pelaksana Reformata. Saat ini menggeluti dunia penulisan buku-buku memoar; otobiografi dan biografi.
hitabatak.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya serta event atau kegiatan yang perlu dipublikasikan. Tulisan hendaknya orisinal dan disertai dengan foto serta data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 600-1.500 karakter. Tulisan dapat dikirim ke redaksi [email protected] atau ke nomor 0822-7623-2237. Horas!