*Oleh : Hojot Marluga
Hari ini, Raja Belanda Willem Alexander bersama ratunya datang ke tanah Batak, setelah kemarin, disambut Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Pertemuan itu juga dimanfaatkan mengembalikan keris milik Pangeran Diponegoro yang sempat dibawa ke negeri Belanda. Kemarin telah dikembalikan ke Indonesia yang diwakilkan oleh Raja Belanda Willem Alexander kepada Presiden Jokowi.
Kehadiran Raja dan Ratu Belanda ini ke tanah Batak seharusnya juga momentum mengembalikan pustaha yang masih ada di Belanda. Menurut almarhum Raja Napatar Sinambela, cucu Sisingamangara XII dari keturunan istri kelima, pernah saya wawancarai mengatakan, ada pustaka yang diwariskan dinasti Sisingamangaraja yang berada di perpustakaan Belanda. Pustaha 24 jilid. Dia sudah melihat sendiri.
Tahun 1884, katanya, Pendeta Pilgram yang menyelamatkan setumpukan tulisan tangan dengan aksara Batak. Pusataka itu juga disebut juga Arsip Bakara, kemudian dibawa ke Belanda. Sementara menurut Prof Dr Laurence Simanullang, orang yang pernah melihat naskah itu di museum Laiden. Dia menyebut, bahwa total buku hanya 23 jilid, jadi bukan 24 jilid. “Tebal keseluruhan setengah meter, baru ditulis pustaha jilid ke-23, saat menulis jilid ke-24 tak sempat ditulis oleh karena terjadi perang.”
Menurutnya waktu itu, Sisingamagaraja XI-lah yang menulis “pustaha kerajaan,” setebal 24 jilid. Semuanya dibawa Belanda saat Perang Batak selama 30 tahun, 1877-1907. Sebenarnya keluarga keturunan Sisingamangaraja pernah meminta ke 24 jilid buku itu, tetapi menurut pihak Belanda waktu itu, syaratnya mau mengembalikan pustaka asalah di tanah Batak ada fasilitas gedung yang ber-AC.
Saat itu, oleh karena belum ada kemampuan keluarga, maka rencana itu terkatung-katung. Tentu, jika hanya itu alasannya adalah hal yang mudah. Jika 24 jilid pustaha Batak ada, sudah pasti banyak yang bisa diungkap, sejarah tentang Tanah Batak, utamanya dinasti Sisingamangaraja.
Pengalaman dengan Belanda tentu bukan hanya dijajah, tetapi peninggalan sejarah juga mereka rampas. Karenanya kepercayaan diri bangsa ini harus pulih, bahwa bangsa kita tak boleh lagi terjajah. Selama ini narasi sejarah dibangun bahwa Belanda menjajah Indonesia selama tiga setengah abad, narasi itu terungkap dari buku G.J. Resink, dalam buku kumpulan tulisannya. Sejak dulu, orang Batak tak pernah tunduk kepada Belanda, walau diperangi tiga dekade.
*Penulis merupakan Alumni STT Doulus Jakarta saat ini sebagai Editor di Penerbit Permata Aksara dan Motivator (Certified Theocentric Motivation)