Filsafat Batak ini kerap kali diucapakan untuk menghibur orang yang berbeban berat. Ungkapan ini adalah ajakan untuk tetap antusias. Agar ketika menghadapi keruwetan hidup janganlah berputus asa. Sebab di dunia ini banyak contoh orang yang sama penderitaannya dengan kita. Artinya, banyak kejadian pada orang lain yang dapat dijadikan cermin.
Misalnya, jika dalam satu keluarga ada orang meninggal kerap kali ucapan penghiburan yang disampaikan. Ungkapan ini sering kali juga disandingkan, nang pe di bagasan sunuk manuk sabungan, sai tong do martahuak. Kalaupun terkurung di dalam keranjang, ayam sabung akan tetap berkokok. Artinya, si pemberani itu akan selalu menunjukkan keberaniannya di mana pun dia berada.
Ada yang menyebut, bahwa beban berat manusia yang terberat ketika menghadapi kematian, orangtua atau anak meninggal. Tetapi, falsafat Batak itu tak hanya untuk menghibur karena mengahadapi kematian, tetapi juga bisa digunakan untuk memotivasi dan menyemangati orang yang terkena musibah. Intinya, bagaimana mengajak untuk jangan putus asa, dengan ajakan itu muda-mudahan menjadi pengajak agar jangan getir akan hidup ini. Saat mencari nafkah, harus ada daya kesabaran untuk menggapai kehidupan lebih baik. Bersabar senantiasa, tak boleh berputus asa.
Saat menghadapi kesulitan boleh merintih dan menangis, bukan berarti itu lemah. Filsafat ini mengajarkan agar terus mencari jalan, dan mengajak mencari persamaan yang dihadapinya. Sebab kegagalan sesuatu yang wajar-wajar saja, kegagalan bukan berarti adalah akhir dari segalanya. Sekali lagi, jangan menyerah saat temui kegagalan. Apa ini yang dinamakan takdir? Apa ini yang dinamakan nasib?
Akan sangat menyenangkan ketika kita mampu mendapatkan apa yang kita inginkan. Tapi untuk mendapatkan semua itu, kita harus terlebih melewati berbagai berbagai kesulitan. Maka ada ungkapan, hidup itu seperti roda. Terkadang di atas kadang di bawah. Bahkan, bukan selamanya roda itu akan berputar. Kadang roda tersebut berhenti dan menunda kita untuk terus dibawah. Bersyukurlah jika sampai sekarang kita masih diberi kesehatan untuk menggapai cita-cita. Tak seperti halnya, yang selalu mempunyai keterbatasan dalam melakukan sesuatu yang diinginkan.
Filsafat Batak ini sesungguhnya bukan untuk mengajak memelihara kepiluan, tetapi mengajak untuk optimisme. Banyak orang bilang, dalam menghadapi ujian hidup kita mesti tetap tersenyum. Memang sakit jika menghadapi kesulitan dan kegagalan, tetapi harus bisa harus bisa menghadapinya.
*Penulis : Hojot Marluga adalah seorang jurnalis, dulu menjadi redaktur pelaksana Reformata. Saat ini menggeluti dunia penulisan buku-buku memoar; otobiografi dan biografi.
hitabatak.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya serta event atau kegiatan yang perlu dipublikasikan. Tulisan hendaknya orisinal dan disertai dengan foto serta data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 600-1.500 karakter. Tulisan dapat dikirim ke redaksi [email protected] atau ke nomor 0822-7623-2237. Horas!