Apakah kalian tahu ternyata Batak Toba memiliki perbedaan dengan Batak Samosir, meskipun sebenarnya kedua-duanya berasal dari etnis suku batak yang sama yaitu Etnis Suku Batak Toba. Saya juga baru tahu baru-baru ini, walau dinyatakan tidak sama tetapi berdasarkan sejarah budaya, adat istiadat dan bahasa Suku Batak Samosir berasal dari rumpun asal usul yang sama dengan Suku Batak Toba. Hanya saja karena telah terpisah sekian lama, maka terbentuklah suatu komunitas berbeda yang sekarang disebut Suku Batak Samosir. Mari kita lihat sedikit kilas tentang terbentuknya Suku Batak Toba dan Batak Samosir.
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
Batak Samosir masuk dalam wilayah Kabupaten Samosir.
Dan ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:
- Kabupaten Tapanuli Utara(sebelumnya Kabupaten Tanah Batak)
- Kabupaten Tapanuli Tengah(sebelumnya Kabupaten Sibolga)
- Kabupaten Tapanuli Selatan(sebelumnya Kabupaten Padang Sidempuan)
- Kabupaten Nias
Batak Samosir pun masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota di Tarutung. Sedangkan Batak Toba pada Desember 2008 sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.
Namun yang saya mau ceritakan bukanlah tentang bagaimana terjadinya perbedaan suku batak toba dengan suku batak samosir, tetapi ada cerita yang lebih menarik yaitu mengenai beberapa adat yang berbeda antara Batak Toba dengan Batak Samosir. Yang paling menarik perhatian saya adalah dalam melaksanakan pesta pernikahan. Dalam suku batak suatu pernikahan harus diresmikan secara adat berdasarkan adat dalihan na tolu, yaitu Somba marhula-hula, elek marboru, Manat mardongan tubu. Yang berarti dasar dari partuturan suku batak. Yang berarti hormat kepada hula-hula (saudara laki-laki dari perempuan), karena kita perempuan telah berlaku hormat terhadap saudara laki-laki maka saudara laki-laki memberikan perlakuan baik terhadap saudara perempuannya ,dan arti yang ketiga adalah saling manghargai, dan saling manghormati dan jaga kesopanan sesame dongan tubu. Dongan tubu adalah setiap anak laki-laki yang memiliki marga sama. Dalihan na tolu ini telah menjadi pegangan dalam hidup sehari-hari suku batak atau bisa dikatakan asas atau landasan dari semua tata tertib adat yang ada dalam suku batak.
Nah kita masuk dalam perbedaannya yaitu saat melangsungkan pernikahan pada batak toba dan batak samosir yang dilakukan tanpa pesta adat.
Pada batak toba jika kedua orang tuanya tidak melakukan adat saat pernikahan maka kelak anak-anaknya pun (wanita maupun laki-laki) tidak bisa melakukan pesta adat pernikahan dan terus sampai keturununannya sebelum kedua orang tuanya melakukan pesta adat pernikahan. Hal tersebut masih berlaku sama bagi anak laki-laki batak samosir. Namun yang membedakannya adalah anak perempuan batak samosir tetap bisa melakukan pesta adat pernikahan meski kedua orangtuanya belum melakukan pesta adat saat pernikahannya. Dan lagi pada suku batak toba bagi boru (anak perempuan) yang saat menikah tidak melaksanakan pesta adat pernikahan. Maka keluarga wanita termasuk orangtuangnya tidak dapat mengikuti acara pernikahan tersebut, bahkan berbicarapun tidak bisa. Dan dalam kehidupan sehari-haripun antara boru (anak perempuan) dan keluarganya tidak bisa saling berhubungan, baik saat pesta lahiran anak, atau borunya sakit keluarga peremuan tetap tidak bisa menemui anak perempuannya tersebut dikarenakan mereka saat menikah belum melakukan pesta adat pernikahan. Dan lebih menyedihkan adalah jika boru (anak perempuan) meninggal, bahkan menurut adat suku batak toba kedua orang tua wanita tetap tidak bisa melihat atau ikut berkabung secara langsung. Kecuali sampai sang lelaki membayar adat pesta pernikahan. Dan bagi batak samosir keluarga perempuan bisa mengikuti acara pernikahan hanya saat di gereja saja. Tapi saat acara resepsi, keluarga perempuan tidak bisa hadir. Dan dalam kehidupan sehari-hari boru (anak perempuan) tetap bisa bertemu keluarganya.
Namun jika pesta adat pernikahan belum dilaksanakan supaya anak perempuan setelah menikah tetap bisa berhubungan dengan keluarganya, dan bisa saling bertemu dan duduk kumpul bersama. Maka harus melakukan “ Manuruk nuruk “ yaitu siperempuan bersama suami dan beberapa kelaurga perwakilan dari suami datang ke rumah keluarga perempuan membawa makanan babi. Hal ini dilakukan untuk membayar setengah dari adat pernikahan yang belum dilakukan saat menikah. Dengan melakukan Manuruk nuruk maka boru (anak perempuan) bisa bertemu dengan keluarganya. Aturan seperti ini telah ada sudah lama saya pun belum tahu kenapa demikian harus mengikat namun itu adalah tradisi turun temurun. Dan itulah yang membedakan antara suku batak toba dan suku batak samosir, tidak banyak hanya sedikit dan mengnai hal yang lainnya tetaplah sama.
Pesta adat pernikahan telah menjadi aturan atau mengkin keharusan dalam Suku Batak , Dalam batak pernikahan tanpa adat akan menjadi beban tersendiri bagi keluarga. Bahkan bisa menjadi omongan atau ada yang bilang hurang adat, yang berarti tidak memiliki adat. Bagi orang batak saat ada yang mengatakan tidak memiliki adat adalah suatu hinaan besar bagi harga diri orang batak. Maka banyak orang batak menikah harus tetap melaksanakan pesta adat meskipun pesta adat akan dilaksanakan 1 atau 2 tahun setelah pernikahan. Mengingat untuk melaksanakan pesta adat memerlukan biaya yang sangat besar. Bahkan ada yang telah memiliki 2 anak mereka baru melaksanakan pesta adat pernikahan. Hal ini dilakukan supaya adat itu sudah dibayarkan atau adat telah dilaksanakan. Dan itu menjadi suatu kebanggaan bagi setiap orang batak yang akan menikah. Tidak peduli pesta adat besar atau pesta adat kecil yang terpenting adalah adat telah dilaksanakan.
Setiap suku memiliki aturan dan tradisinya sendiri dan bagaimana generasi penerus dapat menghormati dan menjaga tradisi yang telah diturunkan dari leluhurnya. Dan setiap tradisi yang berbeda kita harus saling menghargai dan menghormati.
Ada yang mengatakan bahwa suku batak merupakan suku terbesar di Indonesia, dan kenapa kita tidak bangga akan hal itu?. Sebagai generasi muda kita harus mempelajari banyak lagi mengenai suku kita. Yang akan kita wariska ke generasi selanjutnya supaya tradisi tidak hilang. Bagaimana menurut anda? Apakah anda sejauh ini sudah mengerti akan tradisi batak. Dari suku batak apapun anda, Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Angkola – Mandailing tetaplah satu kesatuan suku Batak. Horas…!
Dalihan Na Tolu membuktikan Batak bangsa yang besar. Karena setiap etnis Batak menggunakan Dalihan Na Tolu sebagai struktur atau system dalam bermasyarakat.
- Dalihan na tolu (Toba)
Somba marhula-hula, Elek Marboru, Manat mardongan tubu
- Dalihan na tolu (Mandailing dan Angkola)
Hormat Marmora, Elek maranak boru, Manat markahanggi
- Tolu sahundulan (Simalungun)
Martondong ningon hormat sombah, Marboru ningon elek pakkei, Marsanina ningon Pakkei manat
- Rakut sitelu (Karo)
Nembah man kalimbubu, name-nami man anak beru, mehamat man sembuyak
- Daliken sitelu (Pakpak)
Sembah merkula-kula, Elek merberru, Manat merdengan tubuh
Bagaimana menurut pendapat anda tentang aturan adat tersebut? Setiap orang memiliki cara pandang tersendiri mengenai aturan adat mereka sendiri dan bagaimana menyikapinya.